“Eh, gile loe ye Re??? Masa’ gw dikenalin ma
aki-aki uzur bau tanah???” Reva yang kena omelan malah ketawa
terkikik-kikik. “Nah, eloe kan ga bilang secara spesifik kriterianya
kayak apaan? Loe cuman bilang butuh cowok seenggaknya sampe kawinan adek
loe. Yaaa gw cari yang gampang-gampang aje, kebetulan doi semangat
banget tuh waktu gw liatin foto loe… Hihhihiiii…” Mata Lila membeliak
lebar mendengar jawaban Reva yang bener-bener ga bertanggung jawab itu.
Dengan gemas dia berlari mengulur tangan dengan target kuping
sahabatnya. Yang dijadikan target sontak melesat melarikan diri sambil
masih tertawa terbahak-bahak. Sudah seperti anak kecil saja kelakuan
mereka.
Lelah berlari-larian mereka terduduk lemas bersender di pinggiran tempat
tidur,
“Loe tega banget siy ma gw Re…” Lila menatap mata Reva
berkilat-kilat, namun kemudian meredup.
“Apa gw seburuk itu ya ampe loe
kasih bandot tua ganjen ituw? Masa’ baru ketemu aja udah ngajak gw check
in?! Gile banget tu bandot tua! Benci gw ma loe!” Mata Lila kembali
berkilat-kilat memandang sahabatnya.
Reva yang dipelototin tenang-tenang
aja ga ada respons apa pun kecuali cekikikan. Setelah agak mereda dia
akhirnya berkata-kata juga.
“Bukannya gw tega ma loe Lil! Gw cuman mo
ngetes aja apa loe masih waras apa kagak. Untungnya loe ternyata masih
waras, hehhehee…”
Lila mendelik lagi.
“Aduh Lil, loe melatat-melotot
muluw, gw takut mata loe nggelinding bentar lageh! Serem gw, kayak pelem
horor ajah ihhhh…” Reva menatap penuh kengerian ke arah mata Lila, yang
ditatap makin gemas and mendaratkan tangannya mengacak rambut sobatnya
yang cuman seadanya.
“Maksut loe apaan???” Kata Lila setelah puas
mengacak-acak rambut Reva.
“Abis, gw aneh banget ma loe! Masa’ cuman
gara-gara adek loe mo nikah loe musti punya pacar segera??? Tambahan
lebih gila lagi, batas pacarannya cuman ampe kelar resepsi adek loe! Loe
sakit Lil,”
Lila menunduk menekuri karpet kamarnya.
“Ya abis gimandra,
harga diri bow... Masa’ adek gw bisa kawin, lah gw, pacar aja kagak
punya? Merana negh gw, stress, stress beratttt…” Lila mengucek-ngucek
rambutnya yang sebahu dengan membabi ngepet.
Reva demi melihat acting
sobatnya yang boleh dibilang cuman bisa dapet nilai 3 itu malah makin
cengengesan.
“Eh… Hidup ini udah sulit, ga usah dech loe bikin lebih
sulit lagi dengan teori-teori ga penting loe ituw. Jodoh tuh ga kayak
tangga Neng! Musti beleret dari atas ke bawah. Kebetulan aje loe mang
agak telatan dibanding adek loe, tapi itu bukan berarti loe lebih baek
dari adek loe… heheheee...”
Lila menatap mata Reva dengan jijik dan mengintimidasi.
“Sumpeh dech, loe ga bikin gw ngerasa lebih baik Re! Sono, mendingan loe
hengkang dari kamar gw!! Gw benci ma loe!!” Teriaknya kemudian sambil
mendorong-dorong tubuh Reva keluar kamarnya, yang didorong-dorong malah
ketawa cekakakan makin lama makin keras.
“Dasar gilaaaaaaaa!!!” Teriak
Lila setelah berhasil mengeluarkan Reva dari kamarnya.
Lila menatap langit-langit kamarnya, berbaring dengan tangan dan kaki
bebas lepas sambil mau tak mau merenungi dengan sukses apa yang baru
saja sahabatnya katakan. Sejurus kemudian dia tersenyum, semakin lama
semakin lebar dan kemudian tertawa terbahak-bahak.
“Gw memang gila…,”
gumamnya kemudian masih menyisakan sebersit senyuman di bibirnya.
Reva
memang kadang sepertinya sangat tidak sensitive pada perasaan Lila,
melakukan sesuatu yang kadang terasa sangat kejam. Tetapi dibalik itu
semua, dia sebenarnya sangat perhatian dengan Lila, hanya saja karena
orangnya “agak gila” jadinya yaaa… perhatiannya pun diterjemahkan dengan
cara yang gila juga.
Pernah suatu kali, Lila desperate abis karena harus ke acara pernikahan
mantannya sedangkan dia sedang tak punya pacar. Nampaknya masalah Lila
memang selalu berkutat dengan pacar. Sebenarnya bukan karena Lila tidak
menarik, tapi lebih kepada mood-nya yang sering kali naik turun. Dia
paling sulit mengendalikan emosi saat PMS. Semua story pacarannya
berakhir di masa PMS, karena Lila sering kali “meledak” tanpa alasan
yang jelas, dengan masa inkubasi pacaran tak pernah lebih dari 3 bulan!
Entah mengapa dengan Reva, dia bisa bersahabat sebegitu lama. Mungkin
karena mereka sudah dekat semenjak mereka bayi, makanya Reva bisa
mengerti apa yang musti dilakukan bila saatnya tiba. Kabur! Never be in
touch with Lila during her period hihihihiiii…
Oh ya, back to the topic.
So, waktu itu Lila merengek-rengek di kamar Reva, memohon petunjuk
bagaimana caranya dia dapet cowok untuk partner ke undangan. Dia ga
pengen keliatan kalah dari mantan pacarnya. Reva waktu itu cuman
cengengesan dan habis mengata-ngatai Lila karena berpikiran secupet itu.
Tapi Lila ga perduli, baginya itu adalah pertarungan atas harga
dirinya. Hingga detik-detik terakhir, Lila tak juga mendapatkan “cowok
yang pantas” sebagai teman ke undangan mantannya dan memutuskan untuk
tidak datang saja. Ternyata tanpa sepengetahuan Lila, Reva membawa
seorang cowok ke rumahnya dengan dandanan siap perang di hari H.
“Negh,
gw bawain pangeran, sekarang loe bisa pergi ke kondangan tanpa ngerasa
kalah,” katanya dengan ekspresi muka yang sulit digambarkan.
Tapi yang
pasti, raut mukanya kelihatan puas ketika melihat senyuman di bibir Lila
dan sebuah pelukan berhambur ke arahnya. Maka pergilah Lila ke pesta
itu dengan kepala tegak, namun kebahagiaan ternyata tak berlangsung
lama. Lila yang merasa sudah sangat cocok dengan cowok itu yang teramat
sangat gentle selama bersama Lila, membuat dia dengan berani memutuskan
bahwa inilah lelaki yang dia butuhkan sebagai seorang pacar. Namun Reva
dengan tanpa tedeng aling-aling menghancurkan semuanya dengan hanya
sebuah kalimat.
“Panteslah dia pinter ngerebut hati cewek, orang dia
gigolo kok,” katanya dengan enteng tanpa beban! Lila lemas mendengarnya,
tak tahu harus berkata apa. Cuma bisa berteriak histeris,
“LOE
BENER-BENER GILAAAAAAAAAAAA….!!!!!”
Tapi seperti biasa, Lila ga akan
pernah bisa marah pada Reva, karena itu sama dengan buang-buang energi.
Reva itu terkena penyakit cuek yang akut, dia tidak akan pernah
memperhatikan apakah Lila marah atau tidak padanya. Dia akan
memperlakukan Lila sama seperti hari-hari sebelumnya seperti tak pernah
terjadi apa-apa. Teringat hal itu, Lila langsung meraih HP-nya dan
men-dial nomor Reva. Ketika terdengar suara Reva, dia langsung teriak
sekuatnya.
“JANGAN BERANI-BERANI LOE KIRIMIN GW GIGOLO LAGI!!!” and
klik, mengakhiri percakapan dengan senyum puas.
Dua sahabat yang
sama-sama gila…
No comments:
Post a Comment